21 Penyakit / Perawatan Yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan

Sesuai Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, terdapat 21 penyakit yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan.


1. Penyakit yang berupa wabah atau kejadian luar biasa.

2. Perawatan yang berhubungan dengan kecantikan dan estetika, seperti operasi plastik.

3. Perataan gigi seperti behel.

4. Penyakit akibat tindak pidana, seperti penganiayaan atau kekerasan seksual.

5. Penyakit atau cedera akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau usaha bunuh diri.

6. Penyakit akibat konsumsi alkohol atau ketergantungan obat.

7. Pengobatan mandul atau infertilitas.


8. Penyakit atau cedera akibat kejadian yang gak bisa dicegah, seperti tawuran.

9. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri

10. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan atau eksperimen.

11. Pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan.

12. Alat kontrasepsi.

13. Perbekalan kesehatan rumah tangga.

14. Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terdiri dari rujukan atas permintaan sendiri dan pelayanan kesehatan lain yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan.

15. Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat.

16. Pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja atau menjadi tanggungan pemberi kerja

17. Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas sesuai hak kelas rawat peserta

18. Pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan dengan Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Polri.

19. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dalam rangka bakti sosial.

20. Pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain.

21. Pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan

Sumber  https://finance.detik.com/moneter/d-5973679/daftar-21-penyakit-yang-tidak-ditanggung-bpjs.

Download Apps Detikco

Pembayaran Nontunai di Pasar Tradisional, Kenapa Tidak?

Sinopsis

Pembayaran nontunai di Indonesia yang berkembang pesat perlu menjangkau lebih banyak masyarakat. Salah satu cara adalah dengan menerapkannya di pasar tradisional, pusat perdagangan yang ramai tetapi belum banyak menerapkan pembayaran nontunai.  Dengan pembayaran nontunai di pasar tradisional, pedagang dan pembeli akan merasakan banyak manfaat seperti kemudahan bertransaksi, menekan peredaran uang palsu, kesehatan masyarakat, dan adanya pencatatan transaksi. Namun, dalam pelaksanaannya akan ada sejumlah permasalahan seperti kesiapan infrastruktur pasar, kemampuan finansial masyarakat, peralatan pendukung, dan tingkat penguasaan teknologi pedagang dan pembeli Permasalahan-permasalahan tersebut dapat diantisipasi dengan melakukan sejumlah langkah seperti pemetaan lokasi pasar, pelaksanaan secara bertahap, edukasi dan pendampingan kepada pedagang dan pembeli, dan penyiapan peralatan pendukung.

Sejak Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) dicanangkan pada 14 Agustus 2014, volume transaksi nontunai di Indonesia terus meningkat. Tahun 2019, total nilainya bahkan mencapai rekor tertinggi yaitu Rp145,16 triliun dengan 5,22 miliar volume transaksi. Hal ini tentu positif bagi ekonomi Indonesia.

Bank Indonesia turut mendukung dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Elektronik. Peraturan tersebut berisi regulasi uang elektronik dari sisi PJSP (Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran), pedagang, dan pembeli. Selain itu, pada 17 Agustus 2019 Bank Indonesia merilis standar Quick Response Indonesian Standard (QRIS) yang sudah mulai digunakan berbagai vendor dompet elektronik (e-wallet). Sebelumnya, penjual barang harus menyediakan beberapa standar QR (Quick Response) untuk setiap aplikasi dompet elektronik. Sekarang cukup dengan 1 (satu) QR saja yaitu QRIS.

Tantangan sekarang adalah bagaimana agar pembayaran nontunai dengan QRIS dapat menjangkau lebih banyak masyarakat? Tulisan ini mencoba menjawab dengan mengusulkan gagasan penerapan pembayaran nontunai di pasar tradisional.

Kenapa pasar tradisional? Karena sebagai pusat perdagangan, pasar tradisional selalu ramai oleh penjual dan pembeli termasuk saat Pandemi Covid-19 seperti sekarang. Akan tetapi, sangat sedikit pasar tradisional yang memiliki fasilitas pembayaran nontunai. Dengan menerapkannya di pasar tradisional, diharapkan akan lebih banyak masyarakat yang ikut melakukan pembayaran nontunai.

Pembayaran nontunai di pasar tradisional juga akan memberikan sejumlah manfaat. Pertama, kemudahan bertransaksi dimana permasalahan uang kembalian yang biasanya menyulitkan dapat diatasi. Untuk pembayaran, pembeli cukup memindai (scan) stiker QRIS pedagang dengan aplikasi dompet elektronik di gawai (smartphone) yang digunakannya. Akan lebih baik jika pedagang memiliki mesin Electronic Data Cashier (EDC), agar detail belanja dapat dihitung dan ditampilkan sebelum pembayaran dilakukan.

Manfaat kedua adalah menekan peredaran uang palsu. Tidak seperti di pasar modern, tidak banyak pedagang pasar tradisional yang memiliki alat pendeteksi uang palsu. Sehingga sangat beresiko terjadi pembayaran dengan uang yang tidak sah secara hukum. Dengan pembayaran menggunakan QRIS, resiko tersebut dapat diatasi.

Manfaat ketiga menyangkut kesehatan masyarakat, apalagi saat pandemi seperti sekarang. Uang tunai (kertas dan logam) dapat menjadi media penyebaran virus dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Apalagi di tempat yang ramai dan terbuka seperti pasar, uang dapat dengan cepat berpindah dari satu orang ke orang yang lain. Dengan menerapkan pembayaran nontunai, penggunaan uang tunai akan berkurang sehingga resiko penyebaran virus dan bakteri pun berkurang. Tentu agar lebih bermanfaat, harus dilakukan bersama dengan protokol kesehatan lainnya, seperti mencuci tangan dan mengenakan masker.

Manfaat keempat adalah detail transaksi otomatis tercatat saat pembeli memindai QRIS. Dengan catatan di mesin EDC, pedagang dapat melihat dan menghitung penjualannya dengan cepat. Pedagang juga bisa melihat jumlah dan jenis barang dagangan yang terjual, mana yang terlaris dan mana yang kurang. Sementara pembeli dapat memonitor catatan pengeluaran belanja dengan menggunakan fitur aplikasi dompet elektronik yang dimilikinya.

Selain manfaat, tentu ada sejumlah permasalahan yang akan dihadapi apabila gagasan ini diwujudkan menjadi program pembangunan. Pertama, jumlah pasar tradisional sangat banyak. Kedua, tidak seperti pasar modern, banyak pasar tradisional belum memiliki akses listrik, bank, atau Internet yang memadai. Ketiga, terbatasnya kemampuan pedagang dan pembeli melakukan pembayaran nontunai. Apalagi sebagian pembeli berasal dari masyarakat yang secara ekonomi belum mampu memiliki perangkat elektronik seperti gawai.

Permasalahan keempat adalah belum semua pedagang pasar tradisional memiliki mesin Electronic Data Cashier (EDC) seperti di supermarket. Ini cukup krusial karena tanpa mesin EDC, pembayaran dengan QRIS hanya dapat dilakukan dengan metode Merchant Presented Mode (MPM) statis, dimana detail belanja harus diisi secara manual di layar gawai. Bila pedagang tidak dapat melakukannya, muncullah resiko penipuan dimana pembeli mengisi detail belanja dengan tidak benar.

Ada sejumlah solusi yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan di atas. Pertama, harus diingat bahwa tidak semua pasar tradisional dapat menerapkan pembayaran nontunai karena keterbatasan infrastruktur listrik, bank, dan Internet. Dan pembayaran tunai juga harus tetap berlangsung, karena tidak semua pembeli mampu memiliki dan menggunakan gawai. Selain itu, pedagang pasar tradisional yang dilibatkan adalah pedagang yang memiliki kios / toko dan terdaftar resmi di Perusahaan Daerah (PD) Pasar setempat. Bukan pedagang tak terdaftar, apalagi yang berjualan sembarangan di pinggir jalan.

Oleh karena itu, pelaksana program pembayaran nontunai harus memetakan daerah dan pasar mana saja yang akan dilibatkan dalam program. Selanjutnya diperlukan sejumlah pasar tradisional sebagai percobaan (pilot project) untuk dimonitor dan dievaluasi. Setelah evaluasi dan perbaikan, program dapat dijalankan di lebih banyak lagi pasar tradisional. Pelaksanaan program tentu harus mengacu kepada Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/23/PBI/2020 Tentang Sistem Pembayaran, serta peraturan perundang-undangan yang lain.

Dalam pelaksanaannya, pelaksana program juga harus memberikan edukasi dan pendampingan bagi pedagang dan pembeli yang belum paham cara melakukan pembayaran nontunai. Prioritas pertama adalah pedagang, dimana mereka akan diajarkan membuat rekening Bank (apabila tidak memiliki) dan mendapatkan QRIS. Pedagang juga dilatih memindai QRIS dengan gawai agar mereka mengerti bagaimana pembeli melakukan pembayaran nontunai. Setelah itu, pembeli diajarkan cara memasang dan menggunakan aplikasi dompet elektronik di gawai, seperti cara mengisi saldo dan melakukan pembayaran.

Kemudian masalah kepemilikan mesin EDC, solusinya memang antara pedagang membeli mesin EDC atau pedagang dilatih mengisi detail belanja pada layar gawai pembeli. Namun mesin EDC sebaiknya tersedia, agar pembayaran dengan QRIS bisa lebih cepat dilakukan. Jika tidak, dikhawatirkan pedagang akan kerepotan mengisi jumlah barang dan harga di gawai pembeli, sehingga malah kembali ke pembayaran tunai. Untuk ini pemerintah bisa berperan, misalnya dengan membuat program subsidi pengadaan mesin EDC bagi pedagang pasar tradisional. Perlu diingat juga, pedagang dapat menggunakan mesin EDC tersebut untuk pembayaran tunai biasa, sama seperti di kasir minimarket atau toko.

Akhir kata, semoga gagasan penerapan pembayaran nontunai di pasar tradisional ini dapat diterima. Untuk mewujudkannya menjadi program pembangunan, tentu dibutuhkan kajian dan penelitian yang lebih komprehensif mengenai perencanaan, teknis pelaksanaan, permasalahan, dan solusi. Kajian dan penelitian tersebut dapat dilakukan dari sisi sosial, ekonomi, manajemen pembangunan, dan teknologi pendukungnya. Sehingga apabila terealisasi, pembayaran nontunai di pasar tradisional dapat benar-benar bermanfaat bagi pedagang dan pembeli.

Referensi:

https://www.bi.go.id/QRIS/default.aspx

Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik
https://www.bi.go.id/id/publikasi/peraturan/Pages/PBI-200618.aspx

Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran
https://www.bi.go.id/id/publikasi/peraturan/Pages/PBI_222320.aspx

https://www.bareksa.com/berita/berita-ekonomi-terkini/2020-10-13/transaksi-uang-elektronik-agustus-melesat-tembus-rp1723-triliun-ini-data-historisnya

https://www.bts.id/pembayaran-non-tunai-wajib-pakai-qris-mulai-1-januari-2020-apa-itu-qris/

Standar Pencegahan Covid di Area Institusi Pendidikan

Walau mayoritas sekolah dan kampus melakukan pembelajaran jarak jauh via Internet, namun siswa / mahasiswa mungkin saja akan perlu datang ke sekolah, dengan orang tua, bertemu dengan guru dan staf yang tetap bekerja sehari-hari

Oleh karena itu protokol kesehatan tetap harus diterapkan di lingkungan pendidikan

https://jabarprov.go.id/assets/images/galeri/2906_Standar_Pencegahan_Covid19_2

Apa itu Corona? 7 hal yang harus diketahui

Sumber: https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5078638/7-pertanyaan-tentang-covid-19-dan-jawabannya


Berikut 7 pertanyaan tentang COVID 19 dan jawabannya seperti dirangkum detikcom dari berbagai sumber:

1. Apa sebenarnya virus Corona dan COVID 19?
Virus Corona adalah sebutan untuk berbagai jenis virus dari keluarga coronaviridae. Virus ini umumnya ditemukan pada hewan, namun beberapa jenis dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada manusia. Severe acute respiratory syndrome (SARS) dan Middle East respiratory syndrome (MERS) jadi contoh virus Corona yang sempat mewabah beberapa tahun lalu.

Continue reading

Autopsi

Disalin dari https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4853760/3-fakta-autopsi-seperti-dilakukan-pada-lina-mantan-istri-sule?tag_from=wp_belt_lifestyle&_ga=2.118897675.387075526.1578629145-218337513.1578278190

1. Apa itu autopsi?

Dikutip dari Live Science, autopsi secara umum bisa dibilang sebagai proses pemeriksaan jenazah untuk menentukan penyebab kematian. Autopsi biasanya dimulai dari pemeriksaan luar jenazah untuk mengumpulkan data karakteristik fisik jenazah. Mulai dari warna kulit, rambut, mata, bekas luka, tato, tanda-tanda luka, hingga residu yang mungkin menempel di tubuh. Usai pemeriksaan luar tim ahli akan melakukan pemeriksaan lebih dalam dengan membedah jenazah. Tujuannya untuk mendapatkan data kondisi organ dalam. Terakhir, organ-orang yang diperiksa akan dikembalikan ke dalam tubuh kecuali beberapa yang mungkin perlu diteliti lebih jauh atau dijadikan bukti. Jenazah sebisa mungkin dikembalikan ke kondisi semula.

2. Lamanya proses autopsi
Continue reading

Menjadi Bagian dari Keberagaman Istimewa Propinisi Sumatra Utara

Menjadi Bagian dari Keberagaman Istimewa Propinisi Sumatra Utara

Seperti gado-gado. Terdiri dari berbagai macam sayur, tempe, tahu, kentang rebus, yang disajikan dengan kuah kacang. Sering juga ditambahkan kerupuk, potongan telur rebus, atau lontong.
Bukan, saya tidak bermaksud menggugah selera makan para pembaca. Tapi saya akan menyebut “gado-gado” apabila ada yang bertanya kepada saya seperti apa komposisi penduduk di Propinsi Sumatra Utara.

Ya, karena warga propinsi dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di Indonesia ini terdiri dari beragam latar belakang suku dan agama serta kepercayaan yang hidup berdampingan dengan rukun.
Keberagaman itulah yang membuat saya bangga sebagai Sumatra Utara. Namun apakah cuma karena alasan keberagaman saja? Tentu saja tidak. Daerah-daerah lainnya di Indonesia juga memiliki latar belakang masyarakat yang berbeda-beda.

Jadi apa yang membuat Sumatra Utara berbeda? Saya berpendapat, keberagaman di Sumatra Utara memiliki sejumlah keistimewaan. Ada empat alasan utama yang akan saya jelaskan di bawah ini.

Alasan yang pertama adalah identitas. Kebanyakan propinsi di Indonesia sering diasosiasikan dengan suku yang berasal dari daerah tersebut. Jawa Barat identik dengan Suku Sunda. Kemudian Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta lekat dengan kebudayaan Jawa. Sumatra Barat kaya akan kebudayaan Minangkabau seperti musik, arsitektur, dan tentu saja makanannya yang khas. Kalimantan Selatan identik dengan Suku Banjar. Riau dan Jambi merupakan bagian dari sejarah kebudayaan Melayu. Dan banyak lagi contoh propinsi lainnya.

Namun berbeda dengan Sumatra Utara. Di Propinsi ini ada 8 etnik asli yang berasal dari Sumatra Utara yaitu: Melayu, Batak Toba, Mandailing, Karo, Pakpak, Simalungun, Angkola, dan Nias. Belum lagi warga Sumatra Utara dari Suku Jawa, Minang, Aceh, Bali, Tionghoa, dan termasuk warga keturunan India yang sudah lama bermukim di Sumatra Utara sejak kedatangan nenek moyang mereka sebagai pekerja perkebunan di Abad 19. Sehingga mustahil untuk mengasosiasikan Sumatra Utara dengan suku tertentu. Bila ada yang bertanya kepada saya “Anda orang apa?”, maka jawaban pertama saya adalah “Saya orang Sumatra Utara”.

Alasan kedua adalah ‘gentlemen’s agreement’. Menurut Wikipedia dan Investopedia, ‘gentleman’s agreement’ dapat diartikan sebagai kesepakatan atau perjanjian tak tertulis mengenai suatu hal antara sejumlah pihak. Subjek di sini adalah masyarakat Sumatra Utara. Perhatikan ada tanda kutip pada frase gentlemen’s agreement di atas, yang berarti pembahasan di bawah bukan perjanjian yang benar-benar dibuat. Mari melihat sejumlah contoh kejadian di Sumatra Utara di mana seolah-olah ada perjanjian tak tertulis masyarakat dalam menyikapi peristiwa tersebut.

Contoh pertama terkait gentlemen’s agreement adalah seringnya Master of Ceremony (MC) acara TV nasional yang berlangsung di Medan baik langsung maupun tunda, menyapa para penonton dan pemirsa dengan salam “Horas Medan!”. Di sini saya hendak menggarisbawahi sesuatu. Sapaan “Horas” adalah sapaan khas Suku Batak yang sebenarnya bukan etnis yang berasal dari Kota Medan. Wilayah Medan termasuk dalam kebudayaan Suku Melayu, dan pendiri kotanya adalah Guru Patimpus yang adalah Suku Karo. Suku Batak, sama seperti Jawa, Tionghoa, Mandailing, Nias, adalah etnis yang berasal dari daerah lain di Sumatra Utara. Ini sama seperti bila MC menyapa penonton sebuah acara di Kota Cirebon dengan kata “Wilujeng Enjing Cirebon”. Mungkin kurang tepat karena daerah Cirebon bukan mayoritas etnis Sunda meski masih berada di Jawa Barat, sehingga sebaiknya menggunakan sapaan lain.
Namun saya salut, tidak pernah ada yang mempermasalahkan atau membesar-besarkan sapaan “Horas Medan” tersebut. Salam tersebut bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Kota Medan, karena memang hanya berfungsi sebagai sapaan saja dan ditujukan ke seluruh masyarakat tanpa niat membeda-bedakan. Inilah contoh ‘perjanjian tak tertulis’ yang membuat saya bangga sebagai orang Batak kelahiran Kota Medan.

Contoh kedua adalah penamaan Bandara Kuala Namu. Jika kita melihat nama bandara kota-kota besar Indonesia seperti Surabaya, Denpasar, Semarang, Bandung, Banjarmasin, Jambi, Palembang, mereka mengabadikan nama-nama pahlawan dari daerah tersebut sebagai nama bandara.
Namun hal tersebut tidak dilakukan untuk Bandara Kuala Namu. Ya itu karena seolah ada kesepakatan tak tertulis oleh masyarakat Sumatra Utara, biarkan nama bandaranya tetap Kuala Namu sesuai dengan nama daerah lokasi bandara. Pada saat awal pembangunan bandara, memang muncul berbagai wacana penamaan Kuala Namu dengan nama pahlawan nasional dari Sumatra Utara. Yang menjadi masalah, ada para pahlawan atau tokoh nasional Sumatra Utara berasal dari berbagai suku. Sehingga pemilihan satu nama beresiko menimbulkan pertanyaan atau bahkan kecemburuan dari pihak lain, beresiko mengundang gesekan yang tidak perlu. Akhirnya wacana-wacana tersebut berguguran secara alami, tidak ada yang pernah dibahas secara serius oleh pemerintah. Nama bandara pun tetap Kuala Namu hingga sekarang.

Alasan ketiga adalah kerukunan umat beragama di Sumatra Utara. Memiliki beragam suku, berarti juga akan memiliki keberagaman agama. Meski tiap-tiap kabupaten atau kota di Sumatra Utara memiliki penganut agama yang dominan, tapi semua lapisan masyarakat dapat hidup berdampingan dengan rukun. Meski ada beberapa kejadian atau konflik yang terjadi, tapi skalanya tidak pernah meluas dan masyarakat sepakat mengutamakan persatuan. Tentunya itu tidak terlepas dari peran pemerintah daerah dan aparat keamanan dalam memitigasi dan menangani konflik serta dampaknya dengan cepat.

Selain itu di Sumatera Utara, tempat ibadah berbagai agama dapat dengan mudah ditemui. Mari melihat tempat ibadah agama selain Islam dan Kristen yang memang terdapat di semua daerah di Sumatra Utara. Bila anda bepergian ke Binjai, Pantai Cermin, Perdagangan, Pematang Siantar, Berastagi, Tanjung Balai, Rantau Prapat, anda dapat menjumpai tempat ibadah vihara dan klenteng berdiri dengan megah bersanding dengan pemukiman penduduk seperti tanpa ada batas. Kemudian kuil untuk Agama Hindu banyak berdiri di Kota Medan dan sejumlah kota di wilayah Pantai Timur Sumatra Utara. Termasuk Pematang Siantar juga memiliki Kuil Hindu yang jarang diketahui yakni Pura Jagaditha Toba, yang banyak digunakan masyarakat etnis Bali untuk beribadah. Bahkan Kuil untuk Penganut Agama Sikh (disebut Sikh Gurdwara) yang secara populasi tergolong minoritas dapat ditemui di Medan, Tebing Tinggi, dan Binjai, berdiri dengan megah di kota-kota tersebut. Kebanggaan Sumatra Utara yang lain yaitu pada tahun 2012 mendapat kehormatan dipilih sebagai tuan rumah Kongres Konghucu se-dunia yang diikuti 20 negara.

Di samping itu juga, keberagaman agama dapat dilihat saat setiap perayaan Tahun Baru Tionghoa. Atraksi Barongsai dapat dengan mudah disaksikan di banyak kota-kota kecamatan di Sumatra Utara mulai dari Langkat, Medan, Deli Serdang, Simalungun, hingga Labuhan Batu. Saya sangat senang memperhatikan bahwa yang menonton bukan hanya etnis Tionghoa, tapi semua warga dari berbagai lapisan banyak berdiri di pinggir jalan melihat pertunjukan Barongsai. Bahkan di daerah seperti Sipirok, ada tradisi lama umat Islam dan umat Kristen sama-sama bergotong royong membantu bila ada peringatan atau perayaan hari besar agama masing-masing. Sebuah tradisi yang sangat mengharukan, dan mungkin dapat ditemui juga di daerah-daerah lain di Sumatra Utara.

Dan bukan kebetulan, sejumlah kota di Sumatera Utara masuk dalam daftar kota dengan indeks toleransi beragama terbaik berdasarkan survei yang dilakukan oleh SETARA Institute 2018, yakni Pematang Siantar (urutan ke-3), Binjai (urutan ke-9), Tebing Tinggi di 20 besar (di survei SETARA periode sebelumnya, Kota Tebing Tinggi bahkan turut masuk 10 besar). Lalu ada Kota Padang Sidempuan dan Kota Gunung Sitoli yang mendapat nilai baik (Padang Sidempuan mendapat skor 4,747 dan Gunung Sitoli mendapat skor 4,593 ), dimana nilai terendah berada di kisaran angka 3 dan tertinggi di kisaran angka 6. Tentu saja survei ini bukan patokan mutlak karena pasti memiliki kelemahan. Tapi setidaknya hasil penilaian yang terpublikasi secara nasional ini dan dikutip banyak media ini mencerminkan bahwa toleransi beragama dijunjung tinggi di Sumatra Utara.

Alasan keempat dan yang terakhir adalah kuatnya ikatan persatuan masyarakat saat ada potensi ancaman perpecahan. Contoh yang paling jelas yakni saat hangatnya perpolitikan nasional jelang perhelatan Pilkada Sumut 2018 dan Pilpres 2019. Cukup banyak gesekan-gesekan kecil yang terjadi di wilayah Sumatera Utara dikarenakan perbedaan politik tersebut, baik di lapangan maupun terutama di laman media sosial Dan kalau boleh jujur, bila dilihat dari pemetaan perolehan suara memang bisa dilihat ada kecenderungan politik identitas, yang kalau ditelusuri lebih mendalam bisa dicari faktor-faktor yang menyebabkan politik identitas tersebut.

Tapi sekali lagi saya bangga dan bersyukur, kejadian di atas tidak menyebabkan perpecahan atau konflik besar di Sumatra Utara. Gesekan-gesekan yang banyak terjadi tidak berubah ke skala yang lebih besar. Selain karena kesigapan pemerintah dan aparat dalam menjaga kondusifitas wilayah Sumatra Utara di saat perhelatan Pemilu, masyarakat juga cukup dewasa dalam menyikapi perbedaan politik dan dapat menerima hasil pemilihan dengan lapang dada. Sebagai bukti, sampai saat ini Gubernur Sumatra Utara terpilih selalu diterima dengan baik di setiap kabupaten dan kota yang dikunjungi, termasuk di daerah-daerah dimana jumlah pemilihnya saat Pilkada kemarin sangat kecil. Demikian pula kunjungan kerja Presiden Indonesia ke Sumatra Utara selalu berjalan dengan baik dan diterima oleh masyarakat.

Biarlah perpecahan karena perbedaan politik itu cukup terjadi di balik bilik suara saja. Di luar bilik suara, masyarakat Sumatra Utara kembali seperti semula, kehidupan sehari-hari berjalan dengan
biasa. Pemerintah daerah pun terus fokus bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan warga Sumatra Utara.

Dengan alasan dan uraian di atas, bagaimana mungkin saya tidak bersyukur dan bangga menjadi bagian dari Propinsi Sumatra Utara? Sampai kapanpun saya akan selalu bangga dan menceritakan ke teman-teman dari luar propinsi maupun publik mengenai keberagaman yang istimewa di Sumatra Utara.

Semoga hingga akhir nanti, masyarakat Sumatra Utara dari generasi ke generasi dapat selalu menjaga persatuan dalam kebhinekaan dan saling mendukung bagi meningkatnya perekonomian dan kesejahteraan warga Propinsi Sumatra Utara.

Sumber Bacaan:

Agama Sikh Telah ada di Ttinggi Sejak 1916. Diakses pada 27 Desember 2019, dari
http://abdulkhalik-news.blogspot.com/2015/01/agama-sikh-telah-ada-di-ttinggi-sejak.html

Biro Humas dan Keprotokolan Setda Propinsi Sumatera Utara. 10 Desember 2019. Gubernur Buka Festival Danau Toba, 1.024 Orang Pakai Bulang Sulappei Pecahkan Rekor MURI. Diakses pada 27 Desember 2019, dari
http://humas.sumutprov.go.id/gubernur-buka-festival-danau-toba-1-024-orang-pakai-bulang-sulappei-pecahkan-rekor-muri/gubernur-buka-festival-danau-toba-1-024-orang-pakai-bulang-sulappei-pecahkan-rekor-muri-7/

Pura Jagaditha Toba: Kuil Hindu Satu-satunya di Siantar. Gatra. Diakses pada 27 Desember 2019, dari
https://www.gatra.com/detail/news/397351-Pura-Jagaditha-Toba-Kuil-Hindu-Satu-satunya-di-Siantar

Gentlemen’s Agreement Definition. Diakses pada 24 Desember 2019, dari
https://www.investopedia.com/terms/g/gentlemansagreement.asp

Gentlemen’s Agreement. Diakses pada 24 Desember 2019, dari
https://en.wikipedia.org/wiki/Gentlemen%27s_agreement

Kabar Sumut. 24 Januari 2019. Kunjungan Kerja Gubernur Sumut Kapolda Sumut dan Pangdam I Bukit Barisan ke Kabupaten Karo. Diakses pada 27 Desember 2019, dari
https://www.kabarsumut.com/gubernur-sumut-lakukan-kunjungan-kerja-di-karo/

Leandha, Mei. Di Sumut, Jokowi-Ma’ruf Menang 348.729 Suara dari Prabowo-Sandi. Kompas. Diakses pada 27 Desember 2019, dari
https://regional.kompas.com/read/2019/05/21/11100531/di-sumut-jokowi-maruf-menang-348729-suara-dari-prabowo-sandi?page=all

Presidenri.go.id. 16 Maret 2019. Apresiasi Keragaman di Sumut: Sumut adalah Miniaturnya Indonesia. Diakses pada 25 Desember 2019, dari
http://presidenri.go.id/berita-aktual/apresiasi-keragaman-di-sumut-sumut-adalah-miniaturnya-indonesia.html

SETARA Institute for Democracy and Peace. 2018. Press Release: Indeks Kota Toleran (IKT) Tahun 2018. Diakses pada 24 Desember 2019, dari http://setara-institute.org/en/indeks-kota-toleran-ikt-tahun-2018/

Tamtomo, Akhar Bhayu. 11 Juli 2018. INFOGRAFIK: Peta Kemenangan Pilkada Sumatera Utara 2018. Kompas. Diakses pada 27 Desember 2019, dari
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/11/16345571/infografik-peta-kemenangan-pilkada-sumatera-utara-2018

Vannisa. 13 Juni 2019. Kebudayaan Sumatera Utara Lengkap Beserta Gambar dan Penjelasannya. Artikel diakses pada 26 Desember 2019, dari

Kebudayaan Sumatera Utara Lengkap Beserta Gambar dan Penjelasannya

Warastri, Aufrida Wismi. 19 Juni 2012. Kongres Konghucu Sedunia di Medan. Kompas. Diakses pada 27 Desember 2019, dari
https://internasional.kompas.com/read/2012/06/19/08401136/Kongres.Konghucu.Sedunia.di.Medan.

Zulfikli B. Lubis. 2005. Kajian Awal Tentang Komunitas Tamil dan Punjabi di Medan: Jurnal Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI Vol. 1 No.3: Universitas Sumatra Utara, Medan, Indonesia. Diakses pada 26 Desember 2019, dari
http://repository.usu.ac.id

Tips Aturan dan Warning Berenang di Kolam Renang

Source : FB Enagic Kangen Water posted 19 Agustus 2019

PERATURAN DALAM HAL RENANG

1. Selagi renang disarankan tidak keluar masuk kolam krn perubahan suhu tubuh.

2. Kalo ada angin, badan hrs berendam masuk ke dlm air sampai sisa cuma kepala saja yg di atas.

Krn bagian leher & pundak itu rawan kena masuk angin
3. Selagi renang hanya boleh minum air putih suhu normal atau hangat
Selain itu dilarang apalagi susu krn bisa memicu mual.
Continue reading

Dana Desa, Program Pemerintah Paling Bermanfaat dan Bersentuhan Langsung Dengan Masyarakat

DANA DESA
==========
1.Jika anda melewati Kantor Kepala Desa manapun, seharusnya anda melihat ‘papan pengumuman’ Anggaran Desa seperti gambar terlampir ini. Sekarang semua mesti transparan, abang tukang beca ama anak SD pun bisa langsung liat

2. Di pengumuman di Kantor Kades Desa Naga Timbul, Kec. Tj Morawa, Kab. Deli Serdang Sumut ini, dicantumkan detail PENERIMAAN dan PENGELUARAN anggaran desa.
Poin yang paling mencolok adalah item DANA DESA pada penerimaan.

3. Menurut sy, Dana Desa inilah program pembangunan pasca reformasi yang paling top. Dengan kucuran langsung dana dari pusat ke desa tanpa melewati proses ‘sun*t’ yang sering terjadi kalo nunggu dana secara hirarki, desa bisa lebih bebas membuat program2 pembangunan yang langsung bersentuhan ke masyarakat seperti pelatihan, kegiatan agama, pembangunan parit, perbaikan gang, perbaikan rumah karena bencana, dsb.

4. Program Dana Desa mulai dijalankan di Pemerintahan SBY, sesuai landasan hukum UU Desa. Di era Jokowi, program ini benar2 diinjak gas gigi 5, dana tercurah besar. Dan ini program yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, jadi gak perlu diragukan lagi manfaatnya 🙂

Tipe-tipe Wisatawan

Sosiologi Pariwisata, Tipologi Wisatawan

Sosiologi Pariwisata, I Gd Pitana.
Cohen (1972), mengklarifikasikan wisatawan atas dasar dari daerah yang akan di kunjungi, serta tingkat pengorganisasiannya dari perjalanan wisatanya. Atas dasar ini, Cohen membedakan wisatawan atas empat, yakni:

  1. Drifter , yaitu wisatawan yang ingin mengunjungi daerah yang sama sekali belum diketahuinya, dan bepergian dalam jumlah kecil.
  2. Explorer, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan dengan mengatur perjalanannya sendiri, dan tidak mau mengikuti jalan-jalan wisata yang sudah umum  melainkan mencari hal yang tidak umum. Wisatawan seperti ini bersedia memanfaatkan fasilitas dengan standar lokal dan tingkat interaksinya dengan masyarakat lokal juga tinggi.
  3. Continue reading

Top 100 Movie Quotes (Re-posted from other source)

I will make my own Top 100 later

This is sourced from American Film Institute \

http://www.afi.com/100years/quotes.aspx

  1. “Frankly, my dear, I don’t give a damn.” Gone With the Wind, 1939
  2. “I’m going to make him an offer he can’t refuse.” The Godfather, 1972 
    Fun fact: This line makes it into each Godfather film in some way or another.
  3. “You don’t understand! I coulda had class. I coulda been a contender. I could’ve been somebody, instead of a bum, which is what I am.” On the Waterfront, 1954
  4. “Toto, I’ve got a feeling we’re not in Kansas anymore.” The Wizard of Oz, 1939
    Fun fact: As one of the most famous movie quotes in film history, this line has been parodied by many different movies and television shows.
  5. “Here’s looking at you, kid.” Casablanca, 1942
  6. “Go ahead, make my day.” Sudden Impact, 1983
  7. “All right, Mr. DeMille, I’m ready for my close-up.” Sunset Blvd., 1950
  8. “May the Force be with you.” Star Wars, 1977
  9. “Fasten your seatbelts. It’s going to be a bumpy night.” All About Eve, 1950
  10. “You talking to me?” Taxi Driver, 1976
    Fun fact: Robert DeNiro improvised this line. The script only said “Travis speaks to himself in the mirror” so DeNiro took some liberties and was ultimately successful.
  11. “What we’ve got here is failure to communicate.” Cool Hand Luke, 1967
  12. “I love the smell of napalm in the morning.” Apocalypse Now, 1979
  13. “Love means never having to say you’re sorry.” Love Story, 1970
    Fun fact: Two years later Ryan O’Neal will hear this line again in the film What’s Up Doc when Barbara Streisand says it to his character and respond, “That’s the dumbest thing I’ve ever heard.”
  14. “The stuff that dreams are made of.” The Maltese Falcon, 1941
  15. “E.T. phone home.” E.T. The Extra-Terrestrial, 1982
  16. “They call me Mister Tibbs!” In the Heat of the Night, 1967
  17. “Rosebud.” Citizen Kane, 1941
  18. “Made it, Ma! Top of the world!” White Heat, 1949
  19. “I’m as mad as hell, and I’m not going to take this anymore!” Network, 1976
  20. “Louis, I think this is the beginning of a beautiful friendship.” Casablanca, 1942
  21. “A census taker once tried to test me. I ate his liver with some fava beans and a nice Chianti.” The Silence of the Lambs, 1991
  22. “Bond. James Bond.” Dr. No, 1962
  23. “There’s no place like home.” The Wizard of Oz, 1939
  24. “I am big! It’s the pictures that got small.” Sunset Blvd., 1950
  25. “Show me the money!” Jerry Maguire, 1996
  26. “Why don’t you come up sometime and see me?” She Done Him Wrong, 1933
  27. “I’m walking here! I’m walking here!” Midnight Cowboy, 1969Fun fact: This scene was improvised. Midnight Cowboy filmed in New York City so the taxi in the shot is an actual New York taxi. Remaining in character Hoffman yells at the driver and the scene made the cut in the film.
  28. “Play it, Sam. Play ‘As Time Goes By.’” Casablanca, 1942
  29. “You can’t handle the truth!” A Few Good Men, 1992
  30. “I want to be alone.” Grand Hotel, 1932
  31. “After all, tomorrow is another day!” Gone With the Wind, 1939
  32. “Round up the usual suspects.” Casablanca, 1942
  33. “I’ll have what she’s having.” When Harry Met Sally, 1989
  34. “You know how to whistle, don’t you, Steve? You just put your lips together and blow.” To Have and Have Not, 1944
  35. “You’re gonna need a bigger boat.” Jaws, 1975
  36. “Badges? We ain’t got no badges! We don’t need no badges! I don’t have to show you any stinking badges!” The Treasure of the Sierra Madre, 1948
  37. “I’ll be back.” The Terminator, 1984
  38. “Today, I consider myself the luckiest man on the face of the earth.” The Pride of the Yankees, 1942
  39. “If you build it, he will come.” Field of Dreams, 1989
  40. “Mama always said life was like a box of chocolates. You never know what you’re gonna get.” Forrest Gump, 1994
  41. “We rob banks.” Bonnie and Clyde, 1967
  42. “Plastics.” The Graduate, 1967
  43. “We’ll always have Paris.” Casablanca, 1942
  44. “I see dead people.” The Sixth Sense, 1999
    Fun fact: When Haley Joel Osmet says this line the camera goes to Bruce Willis’s face. This is a cinematic clue that Bruce Willis’s character is dead.
  45. “Stella! Hey, Stella!” A Streetcar Named Desire, 1951
  46. “Oh, Jerry, don’t let’s ask for the moon. We have the stars.” Now, Voyager, 1942
  47. “Shane. Shane. Come back!” Shane, 1953
  48. “Well, nobody’s perfect.” Some Like It Hot, 1959
  49. “It’s alive! It’s alive!” Frankenstein, 1931
    Fun fact: The original line was “It’s alive! It’s alive! In the name of God! Now I know what it’s like to be God!”​​​ Censors cut Dr. Frankenstein’s full line because it was considered sacrilege.
  50. “Houston, we have a problem.” Apollo 13, 1995
  51. “You’ve got to ask yourself one question: ‘Do I feel lucky?’ Well, do ya, punk?” Dirty Harry, 1971
  52. “You had me at ‘hello.’” Jerry Maguire, 1996
  53. “One morning I shot an elephant in my pajamas. How he got in my pajamas, I don’t know.” Animal Crackers, 1930
  54. “There’s no crying in baseball!” A League of Their Own, 1992
  55. “La-dee-da, la-dee-da.” Annie Hall, 1977
  56. “A boy’s best friend is his mother.” Psycho, 1960
  57. “Greed, for lack of a better word, is good.” Wall Street, 1987
  58. “Keep your friends close, but your enemies closer.” The Godfather II, 1974
  59. “As God is my witness, I’ll never be hungry again.” Gone With the Wind, 1939
  60. “Well, here’s another nice mess you’ve gotten me into!” Sons of the Desert, 1933
  61. “Say “hello” to my little friend!” Scarface, 1983
  62. “What a dump.” Beyond the Forest, 1949
  63. “Mrs. Robinson, you’re trying to seduce me. Aren’t you?” The Graduate, 1967
  64. “Gentlemen, you can’t fight in here! This is the War Room!” Dr. Strangelove, 1964
  65. “Elementary, my dear Watson.” The Adventures of Sherlock Holmes, 1929
    Fun fact: Sherlock Holmes never says this iconic quote in any of the books the character is based off of.
  66. “Get your stinking paws off me, you damned dirty ape.” Planet of the Apes, 1968
  67. “Of all the gin joints in all the towns in all the world, she walks into mine.” Casablanca, 1942
  68. “Here’s Johnny!” The Shining, 1980Fun fact: This line was completely improvised. Jack Nicholson was only prompted to break down the door, but he decided to improvise this line and it made the final cut of the movie.
  69. “They’re here!” Poltergeist, 1982
  70. “Is it safe?” Marathon Man, 1976
  71. “Wait a minute, wait a minute. You ain’t heard nothin’ yet!” The Jazz Singer, 1927
  72. “No wire hangers, ever!” Mommie Dearest, 1981
  73. “Mother of mercy, is this the end of Rico?” Little Caesar, 1930
  74. “Forget it, Jake, it’s Chinatown.” Chinatown, 1974
  75. “I have always depended on the kindness of strangers.” A Streetcar Named Desire, 1951
  76. “Hasta la vista, baby.” Terminator 2: Judgment Day, 1991​​​​​
  77. “Soylent Green is people!” Soylent Green, 1973
  78. “Open the pod bay doors, HAL.” 2001: A Space Odyssey, 1968
  79. Striker: Surely you can’t be serious.Rumack: I am serious…and don’t call me Shirley. Airplane!, 1980
  80. “Yo, Adrian!” Rocky, 1976
  81. “Hello, gorgeous.” Funny Girl, 1968
  82. “Toga! Toga!” National Lampoon’s Animal House, 1978
  83. “Listen to them. Children of the night. What music they make.” Dracula, 1931
  84. “Oh, no, it wasn’t the airplanes. It was Beauty killed the Beast.” King Kong, 1933The King Kong roar was a combination of a lion and tiger’s roar combined and played backward very slowly.
  85. “My precious.” The Lord of the Rings: Two Towers, 2002
  86. “Attica! Attica!” Dog Day Afternoon, 1975
  87. “Sawyer, you’re going out a youngster, but you’ve got to come back a star!” 42nd Street, 1933
  88. “Listen to me, mister. You’re my knight in shining armor. Don’t you forget it. You’re going to get back on that horse, and I’m going to be right behind you, holding on tight, and away we’re gonna go, go, go!” On Golden Pond, 1981
  89. “Tell ’em to go out there with all they got and win just one for the Gipper.” Knute Rockne All American, 1940
  90. “A martini. Shaken, not stirred.” Goldfinger, 1964​Fun fact: This iconic scene has been parodied over and over again. In Casino Royale, 42 years later, Daniel Craig’s James Bond will be asked, “Shaken or stirred” and Bond responds “Do I look like I give a damn?”
  91. “Who’s on first.” The Naughty Nineties, 1945
  92. “Cinderella story. Outta nowhere. A former greenskeeper, now, about to become the Masters champion. It looks like a mirac…It’s in the hole! It’s in the hole! It’s in the hole!” Caddyshack, 1980
  93. “Life is a banquet, and most poor suckers are starving to death!” Auntie Mame, 1958
  94. “I feel the need – the need for speed!” Top Gun, 1986
  95. “Carpe diem. Seize the day, boys. Make your lives extraordinary.” Dead Poets Society, 1989​​​​​​​Fun fact: The inspiration for Robin William’s character, John Keating, is Samuel Pickering, who most recently worked as an English Professor at the University of Connecticut.
  96. “Snap out of it!” Moonstruck, 1987
  97. “My mother thanks you. My father thanks you. My sister thanks you. And I thank you.” Yankee Doodle Dandy, 1942
  98. “Nobody puts Baby in a corner.” Dirty Dancing, 1987
  99. “I’ll get you, my pretty, and your little dog, too!” The Wizard of Oz, 1939
  100. “I’m king of the world!” Titanic, 1997

Continue reading